1. Hakikat Membaca
Pada hakekatnya membaca merupakan
proses memahami dan merekonstruksi makna yang
terkandung dalam bahan bacaan. Pesan atau makna yang terkandung dalam teks
bacaan merupakan interaksi timbal balik, interasi aktif, dan interaksi dinamis antara pengetahuan dasar yang dimiliki
pembaca dengan kalimat-kalimat fakta dan informasi yang tertuang dalam teks
bacaan merupakan informasi yang tersimpan dalam memori otak atau fikiran pembaca atau dapat disebut
dengan sumber informasi nonvisual, kedua macam sumber informasi tersebut perlu
dimiliki secara berimbang oleh pembaca. Artinya kemampuan mengenal informasi visual
perlu diikuti dengan pengetahuan dasar yang diperlukan untuk memahami suatu
teks bacaan.
Demikian pula sebaiknya, pengetahuan
dasar yang telah dimiliki perlu di lanjutkan dengan kemampuan memahami informai
visual yang ada pada teks bacaan, kemampuan penunjang lain yang perlu dimiliki
pembaca yaitu kemampuan menghubungakn gagasan yang dimiliki dengan
menggabungkan materi bacaan. Dalam kaitannya dengan pemahaman pesan atau makna
yang terkandung dalam teks bacaan. Harirs, dan sipay (1980) menyatakan bahwa
membaca merupakan proses menafsirkan makna bahasa tulis secara tepat.
Pengenalan makna kata sesuai dengan konteksnya merupakan prasyarat yang di
perlukan untuk memahami pesan yang terdapat pada bahan bacaan.
2.
Membaca Permulaan.
Menurut Ritawati (1996:43) membaca permulaan merupakan
membaca awal yang diberikan kepada anak di kelas I (satu) sebagai
dasar untuk pelajaran selanjutnya. Seiring dengan itu Sahari (1994:11)
mengemukakan membaca adalah kegiatan dalam menerapkan dalam kemampuan berbahasa (linguistik) dengan melibatkan faktor biologis dan psikis
yang di pengaruhi oleh lingkungan denagn huruf, suku kata, kata dan kalimat
sebagai objek bacaan sebagai tingkatan awal dalam belajar membaca pembelajaran membaca di kelas I (satu) merupakan pelajaran membaca tahap
awal. Kemampuan membaca yang di peroleh anak di kelas I (satu) tersebut akan menjadi dasar
pembelajaran membaca kelas-kelas berikutnya. Supriyadi (1993) mengemukakan bahwa “ kemampuan membaca yang di peroleh pada
membaca permulaan akan sangat berpengaruh terhadap kemampuan membaca lanjut”.
Sebagai kemampuan yang mendasari kemampuan berikutnya maka kemampuan membaca
permulaan benar-benar memerlukan perhatian guru, sebab jika dasar itu tidak
kuat, pada tahap membaca lanjut anak akan mengalami kesulitan untuk dapat
memiliki kemampuan membaca yang memadai.
3.
Tujuan Membaca Permulaan
Tujuan membaca permulaan tidak
terlepas dari tujuan pendidikan pada umumnya dan tujuan pengajaran pada
khususnya. Tujuan pengajaran membaca permulaan pada dasarnya adalah memberikan
bekal pengetahuan dan kemampuan siswa untuk menguasai teknik-teknik membaca dan menangkap isi bacaan dengan baik dan benar.
Menurut Ritawati (1996:43) tujuan pengajaran membaca permulaan adalah “agar siswa dapat membaca kata-kata dan kalimat sederhana dengan lancar dan tepat. Pengajaran membaca permulaan disesuaikan dengan kemampuan dan perkembangan kejiwaan peserta didik”.
Menurut Ritawati (1996:43) tujuan pengajaran membaca permulaan adalah “agar siswa dapat membaca kata-kata dan kalimat sederhana dengan lancar dan tepat. Pengajaran membaca permulaan disesuaikan dengan kemampuan dan perkembangan kejiwaan peserta didik”.
4.
Langkah-langkah Membaca Permulaan
Ritawati (1996:51) mengemukakan
langkah-langkah membaca, permulaan sebagai
berikut mengenal unsur kalimat, mengenal unsur kata, mengenal unsur huruf, merangkai huruf menjadi suku kata, merangkai suku kata menjadi kata. Sedangkan menurut Sibarani akhadiah (1992:1993:34) mengemukakan
langkah-langkah pengajaran membaca
permulaan sebagai berikut menentukan tujuan pokok bahasan yang akan di berikan.
Tujuan ini dapat mengembangkan bahan pengajaran setelah bahan pelajaran dan bahan
latihan disusun, kemudian harus memikirkan bagaimana cara menyampaikan.
Bagaimana urutan pemberian bahan-bahannya, dan bagaimana cara mengaktifkan
siswa. Pada tahap
latihan, guru dapat membuat kombinasi baru, baik dengan kata maupun suku kata,
dan huruf. Hal ini mudah dilakukan dengan menggunakan kartu-kartu yang
tersedia, anak dapat bermain dengan kartu-kartu tersebut. Misalnya membentuk
suku kata, kata ataupun kalimat. Untuk memantau apakah anak telah mencapai tujuan yang di tetapkan, guru
dapat membuat tes formatif. Dalam hal ini guru dapat menggunakan berbagai cara
yang di aggap terbaik untuk kelangsungan
pembelajaran. Berdasarkan hal di atas, agar tujuan pengajaran membaca dapat tercapai dengan baik, sebaiknya guru menetapkan
langkah-langkah tersebut dilakukan secara berulang-ulang.
5.
Pembelajaran Membaca Permulaan
Pembelajaran
membaca permulaan diberikan di SD kelas I (satu). Tujuannya adalah agar siswa memiliki kemampuan
memahami dan menyuarakan tulisan dengan intonasi yang wajar, sebagai dasar
untuk dapat membaca lanjut (Akhadiah,
1991/1992: 31). Pembelajaran membaca permulaan merupakan tingkatan proses pembelajaran
membaca untuk menguasai sistem tulisan sebagai representasi visual bahasa.
Tingkatan ini sering disebut dengan tingkatan belajar membaca (learning to read). Membaca lanjut
merupakan tingkatan proses penguasaan membaca untuk memperoleh isi pesan yang
terkandung dalam tulisan. Tingkatan ini
disebut sebagai membaca untuk belajar (reading
to learn). Kedua tingkatan tersebut bersifat kontinum, artinya pada
tingkatan membaca permulaan yang fokus kegiatannya penguasaan sistem tulisan,
telah dimulai pula pembelajaran membaca lanjut dengan pemahaman walaupun
terbatas. Demikian juga pada membaca lanjut menekankan pada pemahaman isi
bacaan, masih perlu perbaikan dan penyempurnaan penguasaan teknik membaca
permulaan (Syafi’ie,1999: 16).
B.
Metode-metode Membaca
Permulaan
Metode
adalah cara yang telah teratur dan terpilih secara baik untuk mencapai suatu
maksud, cara mengajar (Kbb,1984: 649). Sedangkan yang dimaksud dengan membaca
permulaan adalah pengajaran membaca awal yang diberikan kepada siswa kelas I (satu) dengan tujuan agar siswa terampil membaca serta
mengembangkan pengetahuan bahasa dan keterampilan bahasa guna menghadapi kelas
berikutnya.
Dalam
pembelajaran membaca permulaan, ada berbagai metode yang dapat dipergunakan,
antara lain (1) metode abjad (2) metode bunyi (3) metode kupas rangkai suku
kata (4) metode kata lembaga (5) metode global dan (6) metode struktual
analitik sinteksis (sas). (Alhkadiah,1992: 32-34).
1.
Metode abjad dan
metode bunyi
Menurut
Alhkadiah, kedua metode ini sudah sangat tua. Menggunakan kata-kata lepas,
misalnya:
Metode
abjad
: bo-bo-bobo
La-ri-lari
Metode
bunyi
: na-na-nana
Lu-pa-lupa
2.
Metode kupas rangkai
suku kata dan metode kata lembaga
Kedua
metode ini menggunakan cara mengurai dan merangkaikan. Misalnya:
Metode kupas rangkai suku kata : ma ta-ma ta
Pa pa-pa pa
Metode kata lembaga :
bola-bo-la-b-o-l-a-b-o-l-a-bola
3. Metode global
“Metode
global adalah metode yang melihat segala sesuatu sebagai keseluruhan. Penemu
metode ini ialah seorang ahli ilmu jiwa dan ahli pendidikan bangsa Belgia yang
bernama Decroly.” Kemudian
Depdiknas (2000:6) mendefinisikan bahwa metode global adalah cara belajar
membaca kalimat secara utuh. Metode global ini didasarkan pada pendekatan
kalimat. Caranya ialah guru mengajarkan membaca dan menulis dengan menampilkan
kalimat di bawah gambar. Metode global dapat juga diterapkan dengan kalimat
tanpa bantuan gambar. Selanjutnya, siswa menguraikan kalimat menjadi kata,
menguraikan kata menjadi suku kata, dan menguraikan suku kata menjadi huruf. Metode global timbul sebagai akibat adanya
pengaruh aliran psikologi Gestalt, yang berpendapat bahwa suatu kebulatan atau
kesatuan akan lebih bermakna dari pada jumlah bagian-bagiannya.memperkenalkan
kepada siswa beberapa kalimat, untuk dibaca. Langkah-langkah penerapan
metode global adalah sebagai berikut:
1.
Siswa membaca kalimat dengan bantuan gambar. Jika
sudah lancar, siswa membaca tanpa bantuan gambar, misalnya: Ini nani, ini rini,
ini nana.
2.
Menguraikan kalimat dengan kata-kata: /ini/ /nani/
3.
Menguraikan kata-kata menjadi suku kata: i – ni na –
ni
4. Menguraikan
suku kata menjadi huruf-huruf,
misalnya: i – n – i - n – a – n – i
4. Metode sas
Menurut (Supriyadi, 1996: 334-335) pengertian metode
SAS adalah suatu pendekatan cerita di sertai dengan gambar yang didalamnya
terkandung unsur analitik sintetik. Metode SAS menurut (Djuzak,1996:8) adalah
suatu pembelajaran menulis permulaan yang didasarkan atas pendekatan cerita
yakni cara memulai mengajar menulis dengan menampil cerita yang diambil dari
dialog siswa dan guru atau siswa dengan siswa. Teknik pelaksanaan pembelajaran
metode SAS yakni keterampilan menulis kartu huruf, kartu suku kata, kartu kata
dan kartu kalimat, sementara sebagian siswa mencari huruf, suku kata dan kata,
guru dan sebagian siswa menempel kata-kata yang tersusun sehingga menjadi
kalimat yang berarti (Subana). Proses operasional metode SAS mempunyai
langkah-lagkah dengan urutan sebagai berikut:
1. Struktur yaitu menampilkan keseluruhan.
2. Analitik yatu melakukan proses penguraian.
3. Sintetik yaitu melakukan penggalan pada struktur semula.
Metode ini dibagi menjadi 2 tahap, yaitu: (1) tanpa
buku (2) menggunakan buku.mengenai itu, momo (1987) mengemukakan beberapa cara
yaitu:
1. Tahap tanpa buku, dengan cara:
- Merekam bahasa siswa
- Menampilakan gambar sambil bercerita
- Membaca gambar
- Membaca gambar dengan kartu kalimat
- Membaca kalimat secara struktual (s)
2. Tahap dengan buku, dengan cara:
- Membaca buku pelajaran
- Membaca majalah bergambar
- Membaca bacaan yang disususn oleh guru dan siswa.
- Membaca bacaan yang disusun oleh siswa secara
berkelopok.
- Membaca bacaan yang disusun oleh siswa secara
individual.
C. Sasaran Penulisan.
Sasaran penulisan makalah ini adalah siswa-siswi sekolah dasar kelas I (satu),
dengan pemilihan sasaran ini adalah untuk meningkatkan pembelajaran bahasa Indonesia
khususnya kelas I (satu) SD, agar pembelajaran dan pembinaan di SD dapat
berkembang dan meningkat sesuai dengan kurikulum.
D. Teknik yang
digunakan untuk Meningkatkan Membaca Permulaan
Permainan
merupakan suatu aktivitas untuk memperoleh suatu keterampilan tertentu dengan
cara menggembirakan. Apabila keterampilan yang diperoleh dalam permainan itu
berupa keterampilan bahasa tertentu, permainan tersebut dinamakan permainan
bahasa. Sebenarnya dalam kegiatan mengajar guru sering menggunakan permainan, tetapi
pada umumnya masih menerpakannya sebagai teknik pengajaran bahasa. Penggunaan teknik
permainan dalam pembelajaran akan memberi iklim yang menyenangkan dalam proses
belajar, sehingga siswa akan belajar seolah-olah proses belajar siswa dilakukan
tanpa adanya keterpaksaan, tetapi justru belajar dengan rasa keharmonisan.
Selain itu, dengan bermain siswa dapat berbuat agak santai. Dengan cara santai
tersebut, sel-sel otak siswa dapat berkembang akhirnya siswa dapat menyerap
informasi, dan memperoleh kesan yang mendalam terhadap materi pelajaran. Materi
pelajaran dapat disimpan terus dalam ingatan jangka panjang (Rubin, 1993 dalam
Rofi’uddin, 2003). Permainan
bahasa mempunyai tujuan ganda, yaitu untuk memperoleh kegembiraan sebagai
fungsi bermain, dan untuk melatih keterampilan berbahasa tertentu sebagai
materi pelajaran. Bila ada permainan mengembirakan tetapi tidak melatihkan
keterampilan berbahasa, tidak dapat disebut permainan bahasa. Demikian juga
sebaliknya, bila permainan itu tidak menggembirakan, meskipun melatihkan
keterampilan berbahasa tertentu, tidak dapat dikatakan permaian bahasa. Untuk
dapat disebut permainan bahasa, harus memenuhi kedua syarat, yaitu
menggembirakan dan melatihkan keterampilan berbahasa.
Teknik
permainan bahasa tidak
dimaksudkan untuk mengukur atau mengevaluasi hasil belajar siswa. Kalaupun
dipaksakan, bukan alat evaluasi yang baik, sebab permainan bahasa tersebut
mengandung unsur spekulasi yang cukup besar. Hal tersebut dapat dimengerti, sebab sekelompok anak,
atau seseorang anak yang menang dalam permainan belum tentu secara utuh
mencerminkan siswa pandai. Demikian juga siswa yang kalah dalam permainan,
belum tentu mencerminkan siswa yang kurang pandai.
E. Pengembangan dari Teknik Permainan Bahasa untuk Meningkatkan Membaca Permulaan.
Ada beberapa pengembangan permainan yang dapat digunakan untuk pembelajaran Bahasa Indonesia.
Beberapa contoh diantaranya sebagai berikut:
1.
Meloncat
bulatan kata. Buatlah bulatan-bulatan dari kertas karton, kira-kira sebesar
piring. Tulislah nama-nama susuna keluarga, misalnya; ayah, ibu, kakak, adik. Pasanglah bulatan kata itu di lantai. Bentuklah siswa menjadi beberapa
kelompok. Seluruh siswa setiap kelompok meloncati bulatan kata yang diucapkan
kelompok lain atau guru. Misalnya loncat ke kakak, loncat ke ibu, loncat ke
adik. Dengan demikian, setiap anak membaca bulatan untuk diinjak. Lebih meningkat lagi, bulatan kata bisa dalam bentuk yang lebih sulit,
misalnya kata yang bila digabung menjadi kalimat. Kata dalam bulatan disebar di
lantai dan memungkinkan dapat menyusun beberapa kalimat bila diloncati dengan
benar. Misalnya: Ayah pergi ke pasar. Ayah membawa buku. Jadi siswa harus
loncat ke ayah, pergi ke dan pasar. Permainan ini untuk meningkatkan
membaca permulaan
2.
Baca lakukan.
Permainan ini untuk kelas rendah yang sudah bisa membaca. Dilakukan
berpasangan. Seorang anak harus membaca suruhan tertulis yang dibuat guru,
pasangan harus melakukan apa yang diperintahkan dalam bacaan. Perhatikan
Misalnya saya harus merunduk. Saya memegang lutut kiri. Saya menari sambil
memegang kepala. Guru memperhatikan beberapa perintah yang dilaksanakan dengan
benar dan apakah pembaca membaca perintah dengan benar. Permainan dilakukan
bergantian. Permainan ini untuk melatih membaca permulaan.
3.
Aku seorang
detektif. Permainan ini dilakukan berpasangan. Seorang siswa menjadi ditektif,
seorang lagi menjadi informan. Informan harus menentukan-memilih salah seorang
dari temannya yang ada di kelas sebagai penjahat yang akan dicari oleh
ditektif. Ia harus memberi keterangan secara tertulis yang sejelas-jelasnya
tentang penjahat yang akan dicari ditektif. Ditektif membaca informasi tertulis
dari informan dan menerka siapa yang menjadi target pencarian di kelas itu.
Setelah selesai posisi diubah, yang tadinya informan menjadi ditektif dan
tadinya ditektif menjadi informan. Permainan dapat difariasikan dengan sasaran
yang dicari dari foto atau gmbar dari koran. Permainan ini untuk melatih
keterampilan membaca permulaan.
4.
Bisik berantai. Permainan ini dilakukan dengan cara setiap siswa harus membisikkan suatu
kata kepada pemain berikutnya. Terus berurut sampai pemain terakhir. Pemain
terakhir harus mengatakan isi kata atau kalimat atau cerita yang dibisikkan.
Betul atau salah? Bila salah. Dimana atau siapa yang melakukan kesalahan. Permainan ini dapat dilombakan dengan cara berkelompok. Permainan ini
melatih keterampilan menyimak atau mendengarkan
5.
Kim Lihat
(lihat katakan). Sediakan
beberapa benda atau sayuran, atau buah-buhan dalam suatu kotak tertutup. Siswa
berkelompok, seorang siswa anggota kelompok harus melihat satu benda yang ada
di dalam kotak. Setelah dilihat jelas, siswa tersebut harus menjelaskan
sejelas-jelasnya kepada kelomponya, baik ciri-cirinya, rasanya, warnanya atau
apa saja yang dapat dilihatnya. Anggota kelompok yang lain harus mengambil
benda yang dijelaskan oleh siswa yang melihat tadi. Kelompok yang paling cepat
dan paling banyak mengambil benda dalam kotak itulah yang menang. Permainan ini
untuk melatih keterampilan berbicara dan menyimak.
6.
Bertanya dan
menerka. para siswa dibagi dua kelompok. Kelompok satu sebagai penjawab dan
kelompok kedua sebagai penannya. Kelompok penjawab harus menyembunyikan satu
benda yang akan diterka oleh kelompok penannya dengan cara memberi pertanyaan
yang mengarah kepada benda yang harus diterka. Setiap anggota kelompok penanya
diberi kesempatan untuk memberikan satu pertanyaan kepada kelompok penjawab.
Kelompok penjawab hanya boleh menjawab ”ya” atau ”tidak”. Setelah seluruh
anggota kelompok bertanya, maka kelompok harus berunding dari hasil jawaban
penjawab, benda apa yang disembunyikannya itu. Bila dapat diterka, maka
kelompok penanya mendapat nilai. Permainan ini untuk melatih berbicara.
7.
Bermain
telepon. Permainan ini untuk kelas rendah. Siswa secara berpasangan harus
mempersiapkan alat untuk menelpon, baik telepon biasa maupun telepon genggam.
Siswa harus menelpon temannya menanyakan pekerjaan rumah atau buku pelajaran
yang dibawa besok hari. Biarkan siswa mengembangkan percakapannya sendiri,
kecuali kalau terhenti, guru memberi pancingan berupa pertanyaan kepada siswa. Guru memperhatikan cara siswa mengungkapkan gagasan dan kalau perlu cara
pelafalan yang benar. Permainan ini untuk melatih berbicara.
Sumbernya dari mana ya mas?
BalasHapusMas Izin Save, untuk refrensi tugas kuliah saya..
BalasHapusTerimakasih tulisannya. Tp apakah ada contoh permainan untuk metode global? Jika ada permainannya seperti apa ya ? Terimakasih
BalasHapusMas boleh minta daftar pustaka nya engga
BalasHapus