Sabtu, 30 Maret 2013

Hakekat Membaca Permulaan




1.   Hakikat Membaca
Pada hakekatnya membaca merupakan proses memahami dan merekonstruksi makna yang terkandung dalam bahan bacaan. Pesan atau makna yang terkandung dalam teks bacaan merupakan interaksi timbal balik, interasi aktif, dan interaksi dinamis antara pengetahuan dasar yang dimiliki pembaca dengan kalimat-kalimat fakta dan informasi yang tertuang dalam teks bacaan merupakan informasi yang tersimpan dalam memori otak atau fikiran pembaca atau dapat disebut dengan sumber informasi nonvisual, kedua macam sumber informasi tersebut perlu dimiliki secara berimbang oleh pembaca. Artinya kemampuan mengenal informasi visual perlu diikuti dengan pengetahuan dasar yang diperlukan untuk memahami suatu teks bacaan.
Demikian pula sebaiknya, pengetahuan dasar yang telah dimiliki perlu di lanjutkan dengan kemampuan memahami informai visual yang ada pada teks bacaan, kemampuan penunjang lain yang perlu dimiliki pembaca yaitu kemampuan menghubungakn gagasan yang dimiliki dengan menggabungkan materi bacaan. Dalam kaitannya dengan pemahaman pesan atau makna yang terkandung dalam teks bacaan. Harirs, dan sipay (1980) menyatakan bahwa membaca merupakan proses menafsirkan makna bahasa tulis secara tepat. Pengenalan makna kata sesuai dengan konteksnya merupakan prasyarat yang di perlukan untuk memahami pesan yang terdapat pada bahan bacaan.

2.      Membaca Permulaan.

Menurut Ritawati (1996:43) membaca permulaan merupakan membaca awal yang diberikan kepada anak di kelas I (satu) sebagai dasar untuk pelajaran selanjutnya. Seiring dengan itu Sahari (1994:11) mengemukakan membaca adalah kegiatan dalam menerapkan dalam kemampuan berbahasa (linguistik) dengan melibatkan faktor biologis dan psikis yang di pengaruhi oleh lingkungan denagn huruf, suku kata, kata dan kalimat sebagai objek bacaan sebagai tingkatan awal dalam belajar membaca pembelajaran membaca di kelas I (satu) merupakan pelajaran membaca tahap awal. Kemampuan membaca yang di peroleh anak di kelas I (satu) tersebut akan menjadi dasar pembelajaran membaca kelas-kelas berikutnya. Supriyadi (1993) mengemukakan bahwa “ kemampuan membaca yang di peroleh pada membaca permulaan akan sangat berpengaruh terhadap kemampuan membaca lanjut”. Sebagai kemampuan yang mendasari kemampuan berikutnya maka kemampuan membaca permulaan benar-benar memerlukan perhatian guru, sebab jika dasar itu tidak kuat, pada tahap membaca lanjut anak akan mengalami kesulitan untuk dapat memiliki kemampuan membaca yang memadai.

3.      Tujuan Membaca Permulaan
Tujuan membaca permulaan tidak terlepas dari tujuan pendidikan pada umumnya dan tujuan pengajaran pada khususnya. Tujuan pengajaran membaca permulaan pada dasarnya adalah memberikan bekal pengetahuan dan kemampuan siswa untuk menguasai teknik-teknik membaca dan menangkap isi bacaan dengan baik dan benar.
Menurut
Ritawati (1996:43) tujuan pengajaran membaca permulaan adalah “agar siswa dapat membaca kata-kata dan kalimat sederhana dengan lancar dan tepat. Pengajaran membaca permulaan disesuaikan dengan kemampuan dan perkembangan kejiwaan peserta didik”.
4.      Langkah-langkah Membaca Permulaan

Ritawati (1996:51) mengemukakan langkah-langkah membaca, permulaan sebagai berikut mengenal unsur kalimat, mengenal unsur kata, mengenal unsur huruf, merangkai huruf menjadi suku kata, merangkai suku kata menjadi kata. Sedangkan menurut Sibarani akhadiah (1992:1993:34) mengemukakan langkah-langkah pengajaran membaca permulaan sebagai berikut menentukan tujuan pokok bahasan yang akan di berikan.
Tujuan ini dapat mengembangkan bahan pengajaran setelah bahan pelajaran dan bahan latihan disusun, kemudian harus memikirkan bagaimana cara menyampaikan. Bagaimana urutan pemberian bahan-bahannya, dan bagaimana cara mengaktifkan siswa. Pada tahap latihan, guru dapat membuat kombinasi baru, baik dengan kata maupun suku kata, dan huruf. Hal ini mudah dilakukan dengan menggunakan kartu-kartu yang tersedia, anak dapat bermain dengan kartu-kartu tersebut. Misalnya membentuk suku kata, kata ataupun kalimat. Untuk memantau apakah anak telah mencapai tujuan yang di tetapkan, guru dapat membuat tes formatif. Dalam hal ini guru dapat menggunakan berbagai cara yang di aggap terbaik untuk kelangsungan pembelajaran. Berdasarkan hal di atas, agar tujuan pengajaran membaca dapat tercapai dengan baik, sebaiknya guru menetapkan langkah-langkah tersebut dilakukan secara berulang-ulang.
5.      Pembelajaran Membaca Permulaan

Pembelajaran membaca permulaan diberikan di SD kelas I (satu). Tujuannya adalah agar siswa memiliki kemampuan memahami dan menyuarakan tulisan dengan intonasi yang wajar, sebagai dasar untuk dapat membaca lanjut (Akhadiah, 1991/1992: 31). Pembelajaran membaca permulaan merupakan tingkatan proses pembelajaran membaca untuk menguasai sistem tulisan sebagai representasi visual bahasa. Tingkatan ini sering disebut dengan tingkatan belajar membaca (learning to read). Membaca lanjut merupakan tingkatan proses penguasaan membaca untuk memperoleh isi pesan yang terkandung dalam tulisan. Tingkatan ini disebut sebagai membaca untuk belajar (reading to learn). Kedua tingkatan tersebut bersifat kontinum, artinya pada tingkatan membaca permulaan yang fokus kegiatannya penguasaan sistem tulisan, telah dimulai pula pembelajaran membaca lanjut dengan pemahaman walaupun terbatas. Demikian juga pada membaca lanjut menekankan pada pemahaman isi bacaan, masih perlu perbaikan dan penyempurnaan penguasaan teknik membaca permulaan (Syafi’ie,1999: 16).

B.     Metode-metode Membaca Permulaan

Metode adalah cara yang telah teratur dan terpilih secara baik untuk mencapai suatu maksud, cara mengajar (Kbb,1984: 649). Sedangkan yang dimaksud dengan membaca permulaan adalah pengajaran membaca awal yang diberikan kepada siswa kelas I (satu) dengan tujuan agar siswa terampil membaca serta mengembangkan pengetahuan bahasa dan keterampilan bahasa guna menghadapi kelas berikutnya.
Dalam pembelajaran membaca permulaan, ada berbagai metode yang dapat dipergunakan, antara lain (1) metode abjad (2) metode bunyi (3) metode kupas rangkai suku kata (4) metode kata lembaga (5) metode global dan (6) metode struktual analitik sinteksis (sas). (Alhkadiah,1992: 32-34).
1.      Metode abjad dan metode bunyi
Menurut Alhkadiah, kedua metode ini sudah sangat tua. Menggunakan kata-kata lepas, misalnya:
Metode abjad              : bo-bo-bobo
La-ri-lari
Metode bunyi              : na-na-nana
Lu-pa-lupa

2.      Metode kupas rangkai suku kata dan metode kata lembaga
Kedua metode ini menggunakan cara mengurai dan merangkaikan. Misalnya:
Metode kupas rangkai suku kata         : ma ta-ma ta
Pa pa-pa pa
Metode kata lembaga                          :   bola-bo-la-b-o-l-a-b-o-l-a-bola
3.      Metode global
“Metode global adalah metode yang melihat segala sesuatu sebagai keseluruhan. Penemu metode ini ialah seorang ahli ilmu jiwa dan ahli pendidikan bangsa Belgia yang bernama Decroly.” Kemudian Depdiknas (2000:6) mendefinisikan bahwa metode global adalah cara belajar membaca kalimat secara utuh. Metode global ini didasarkan pada pendekatan kalimat. Caranya ialah guru mengajarkan membaca dan menulis dengan menampilkan kalimat di bawah gambar. Metode global dapat juga diterapkan dengan kalimat tanpa bantuan gambar. Selanjutnya, siswa menguraikan kalimat menjadi kata, menguraikan kata menjadi suku kata, dan menguraikan suku kata menjadi huruf. Metode global timbul sebagai akibat adanya pengaruh aliran psikologi Gestalt, yang berpendapat bahwa suatu kebulatan atau kesatuan akan lebih bermakna dari pada jumlah bagian-bagiannya.memperkenalkan kepada siswa beberapa kalimat, untuk dibaca. Langkah-langkah penerapan metode global adalah sebagai berikut:
1.      Siswa membaca kalimat dengan bantuan gambar. Jika sudah lancar, siswa membaca tanpa bantuan gambar, misalnya: Ini nani, ini rini, ini nana. 
2.      Menguraikan kalimat dengan kata-kata: /ini/ /nani/
3.      Menguraikan kata-kata menjadi suku kata: i – ni na – ni
4.      Menguraikan suku kata menjadi huruf-huruf,
misalnya: i – n – i - n – a – n – i

4.      Metode sas
Menurut (Supriyadi, 1996: 334-335) pengertian metode SAS adalah suatu pendekatan cerita di sertai dengan gambar yang didalamnya terkandung unsur analitik sintetik. Metode SAS menurut (Djuzak,1996:8) adalah suatu pembelajaran menulis permulaan yang didasarkan atas pendekatan cerita yakni cara memulai mengajar menulis dengan menampil cerita yang diambil dari dialog siswa dan guru atau siswa dengan siswa. Teknik pelaksanaan pembelajaran metode SAS yakni keterampilan menulis kartu huruf, kartu suku kata, kartu kata dan kartu kalimat, sementara sebagian siswa mencari huruf, suku kata dan kata, guru dan sebagian siswa menempel kata-kata yang tersusun sehingga menjadi kalimat yang berarti (Subana). Proses operasional metode SAS mempunyai langkah-lagkah dengan urutan sebagai berikut:
1.      Struktur yaitu menampilkan keseluruhan.
2.      Analitik yatu melakukan proses penguraian.
3.      Sintetik yaitu melakukan penggalan pada struktur semula.
Metode ini dibagi menjadi 2 tahap, yaitu: (1) tanpa buku (2) menggunakan buku.mengenai itu, momo (1987) mengemukakan beberapa cara yaitu:
1. Tahap tanpa buku, dengan cara:
- Merekam bahasa siswa
- Menampilakan gambar sambil bercerita
- Membaca gambar
- Membaca gambar dengan kartu kalimat
- Membaca kalimat secara struktual (s)
2. Tahap dengan buku, dengan cara:
- Membaca buku pelajaran
- Membaca majalah bergambar
- Membaca bacaan yang disususn oleh guru dan siswa.
- Membaca bacaan yang disusun oleh siswa secara berkelopok.
- Membaca bacaan yang disusun oleh siswa secara individual.

C.    Sasaran Penulisan.
Sasaran penulisan makalah ini adalah siswa-siswi sekolah dasar kelas I (satu), dengan pemilihan sasaran ini adalah untuk meningkatkan pembelajaran bahasa Indonesia khususnya kelas I (satu) SD, agar pembelajaran dan pembinaan di SD dapat berkembang dan meningkat sesuai dengan kurikulum.

D.    Teknik yang digunakan untuk Meningkatkan Membaca Permulaan
Permainan merupakan suatu aktivitas untuk memperoleh suatu keterampilan tertentu dengan cara menggembirakan. Apabila keterampilan yang diperoleh dalam permainan itu berupa keterampilan bahasa tertentu, permainan tersebut dinamakan permainan bahasa. Sebenarnya dalam kegiatan mengajar guru sering menggunakan permainan, tetapi pada umumnya masih menerpakannya sebagai teknik pengajaran bahasa. Penggunaan teknik permainan dalam pembelajaran akan memberi iklim yang menyenangkan dalam proses belajar, sehingga siswa akan belajar seolah-olah proses belajar siswa dilakukan tanpa adanya keterpaksaan, tetapi justru belajar dengan rasa keharmonisan. Selain itu, dengan bermain siswa dapat berbuat agak santai. Dengan cara santai tersebut, sel-sel otak siswa dapat berkembang akhirnya siswa dapat menyerap informasi, dan memperoleh kesan yang mendalam terhadap materi pelajaran. Materi pelajaran dapat disimpan terus dalam ingatan jangka panjang (Rubin, 1993 dalam Rofi’uddin, 2003). Permainan bahasa mempunyai tujuan ganda, yaitu untuk memperoleh kegembiraan sebagai fungsi bermain, dan untuk melatih keterampilan berbahasa tertentu sebagai materi pelajaran. Bila ada permainan mengembirakan tetapi tidak melatihkan keterampilan berbahasa, tidak dapat disebut permainan bahasa. Demikian juga sebaliknya, bila permainan itu tidak menggembirakan, meskipun melatihkan keterampilan berbahasa tertentu, tidak dapat dikatakan permaian bahasa. Untuk dapat disebut permainan bahasa, harus memenuhi kedua syarat, yaitu menggembirakan dan melatihkan keterampilan berbahasa.
Teknik permainan bahasa tidak dimaksudkan untuk mengukur atau mengevaluasi hasil belajar siswa. Kalaupun dipaksakan, bukan alat evaluasi yang baik, sebab permainan bahasa tersebut mengandung unsur spekulasi yang cukup besar. Hal tersebut dapat dimengerti, sebab sekelompok anak, atau seseorang anak yang menang dalam permainan belum tentu secara utuh  mencerminkan siswa pandai. Demikian juga siswa yang kalah dalam permainan, belum tentu mencerminkan siswa yang kurang pandai.

E.     Pengembangan dari Teknik Permainan Bahasa untuk Meningkatkan  Membaca Permulaan.
Ada beberapa pengembangan permainan yang dapat digunakan untuk pembelajaran Bahasa Indonesia. Beberapa contoh diantaranya sebagai berikut:
1.         Meloncat bulatan kata. Buatlah bulatan-bulatan dari kertas karton, kira-kira sebesar piring. Tulislah nama-nama susuna keluarga, misalnya; ayah, ibu, kakak, adik. Pasanglah bulatan kata itu di lantai. Bentuklah siswa menjadi beberapa kelompok. Seluruh siswa setiap kelompok meloncati bulatan kata yang diucapkan kelompok lain atau guru. Misalnya loncat ke kakak, loncat ke ibu, loncat ke adik. Dengan demikian, setiap anak membaca bulatan untuk diinjak. Lebih meningkat lagi, bulatan kata bisa dalam bentuk yang lebih sulit, misalnya kata yang bila digabung menjadi kalimat. Kata dalam bulatan disebar di lantai dan memungkinkan dapat menyusun beberapa kalimat bila diloncati dengan benar. Misalnya: Ayah pergi ke pasar. Ayah membawa buku. Jadi siswa harus loncat ke ayah, pergi ke dan pasar. Permainan ini untuk meningkatkan membaca permulaan
2.         Baca lakukan. Permainan ini untuk kelas rendah yang sudah bisa membaca. Dilakukan berpasangan. Seorang anak harus membaca suruhan tertulis yang dibuat guru, pasangan harus melakukan apa yang diperintahkan dalam bacaan. Perhatikan Misalnya saya harus merunduk. Saya memegang lutut kiri. Saya menari sambil memegang kepala. Guru memperhatikan beberapa perintah yang dilaksanakan dengan benar dan apakah pembaca membaca perintah dengan benar. Permainan dilakukan bergantian. Permainan ini untuk melatih membaca permulaan.
3.         Aku seorang detektif. Permainan ini dilakukan berpasangan. Seorang siswa menjadi ditektif, seorang lagi menjadi informan. Informan harus menentukan-memilih salah seorang dari temannya yang ada di kelas sebagai penjahat yang akan dicari oleh ditektif. Ia harus memberi keterangan secara tertulis yang sejelas-jelasnya tentang penjahat yang akan dicari ditektif. Ditektif membaca informasi tertulis dari informan dan menerka siapa yang menjadi target pencarian di kelas itu. Setelah selesai posisi diubah, yang tadinya informan menjadi ditektif dan tadinya ditektif menjadi informan. Permainan dapat difariasikan dengan sasaran yang dicari dari foto atau gmbar dari koran. Permainan ini untuk melatih keterampilan membaca permulaan.
4.         Bisik berantai. Permainan ini dilakukan dengan cara setiap siswa harus membisikkan suatu kata kepada pemain berikutnya. Terus berurut sampai pemain terakhir. Pemain terakhir harus mengatakan isi kata atau kalimat atau cerita yang dibisikkan. Betul atau salah? Bila salah. Dimana atau siapa yang melakukan kesalahan. Permainan ini dapat dilombakan dengan cara berkelompok. Permainan ini melatih keterampilan menyimak atau mendengarkan
5.         Kim Lihat (lihat katakan). Sediakan beberapa benda atau sayuran, atau buah-buhan dalam suatu kotak tertutup. Siswa berkelompok, seorang siswa anggota kelompok harus melihat satu benda yang ada di dalam kotak. Setelah dilihat jelas, siswa tersebut harus menjelaskan sejelas-jelasnya kepada kelomponya, baik ciri-cirinya, rasanya, warnanya atau apa saja yang dapat dilihatnya. Anggota kelompok yang lain harus mengambil benda yang dijelaskan oleh siswa yang melihat tadi. Kelompok yang paling cepat dan paling banyak mengambil benda dalam kotak itulah yang menang. Permainan ini untuk melatih keterampilan berbicara dan menyimak.
6.         Bertanya dan menerka. para siswa dibagi dua kelompok. Kelompok satu sebagai penjawab dan kelompok kedua sebagai penannya. Kelompok penjawab harus menyembunyikan satu benda yang akan diterka oleh kelompok penannya dengan cara memberi pertanyaan yang mengarah kepada benda yang harus diterka. Setiap anggota kelompok penanya diberi kesempatan untuk memberikan satu pertanyaan kepada kelompok penjawab. Kelompok penjawab hanya boleh menjawab ”ya” atau ”tidak”. Setelah seluruh anggota kelompok bertanya, maka kelompok harus berunding dari hasil jawaban penjawab, benda apa yang disembunyikannya itu. Bila dapat diterka, maka kelompok penanya mendapat nilai. Permainan ini untuk melatih berbicara.
7.         Bermain telepon. Permainan ini untuk kelas rendah. Siswa secara berpasangan harus mempersiapkan alat untuk menelpon, baik telepon biasa maupun telepon genggam. Siswa harus menelpon temannya menanyakan pekerjaan rumah atau buku pelajaran yang dibawa besok hari. Biarkan siswa mengembangkan percakapannya sendiri, kecuali kalau terhenti, guru memberi pancingan berupa pertanyaan kepada siswa. Guru memperhatikan cara siswa mengungkapkan gagasan dan kalau perlu cara pelafalan yang benar. Permainan ini untuk melatih berbicara.



KARYA ILMIAH


PEMBELAJARAN PENGGUNAAN KALIMAT EFEKTIF DALAM MENULIS CERPEN DI SDN PLUMBON GAMBANG II
KEC.GUDO KAB. JOMBANG

Oleh: Joko Prih Triyana

Abstrak : Pembelajaran penggunaan kalimat efektif dalam menulis cerpen di SDN Plumbon Gambang II,  Kec. Gudo Kab. Jombang.  Dalam artikel ini dibahas sebagai sebuah paparan argumentatif yang menyajikan pembelajaran penggunaan kalimat efektif dalam menulis cerpen di SDN Plumbon Gambang II, Kec. Gudo Kab. Jombang.  
Berkenaan dengan itu maka dalam artikel ini disajikan beberapa gagasan sebagai berikut: (1) Konsep pembelajaran penggunaan kalimat efektif dalam menulis cerpen di SDN Plumbon Gambang II,  Kec. Gudo Kab. Jombang.  (2) Cara meningkatkan kemampuan menulis cerpen di SDN Plumbon Gambang, II Kec. Gudo Kab. Jombang. (3) Teknik dalam menulis cerpen. (4) Tujuan pembelajaran menulis cerpen di SDN Plumbon Gambang II,  Kec. Gudo Kab. Jombang.  .

Kata-kata kunci: Penggunaan kalimat efektif dalam menulis cerpen bagi anak SD, Keterampilan menulis cerpen.

Di SDN Plumbon Gambang II,  Kec. Gudo Kab. Jombang, keterampilan menulis merupakan salah satu keterampilan yang ditekankan pembinaannya di samping membaca dan berhitung. Keterampilan menulis cerita pendek (cerpen) penting bagi siswa sekolah dasar, karena cerpen dapat dijadikan sebagai sarana untuk berimajinasi dan menuangkan ide. Keterampilan menulis cerpen dengan kalimat efektif merupakan kalimat yang berdaya guna yang langsung memberikan kesan kepada pembaca. Bila seseorang ingin memiliki kemampuan menulis, maka ia harus terlebih dahulu menguasai kaidah-kaidah bahasa tulis, seperti kosa kata, ejaan, tata bahasa, dan peristilahan. Tulisan harus bermakna, jelas, lugas, koheren, kohesif, singkat dan padat. Tulisan yang baik adalah tulisan yang dapat memberikan informasi dengan baik, jelas, dan bermanfaat. Fungsi kalimat tidak hanya memberitahukan sesuatu atau menanyakan sesuatu, tetapi lebih jauh, ia harus mampu mengantarkan pemahaman yang mencakup segala aspek ekspresi kejiwaan manusia.
Keterampilan menulis oleh para ahli pengajar  bahasa ditempatkan pada tataran paling tinggi dalam proses pemerolehan bahasa. Hal ini disebabkan keterampilan menulis merupakan keterampilan produktif yang hanya dapat diperoleh sesudah keterampilan menyimak, berbicara, dan membaca. Menulis cerpen bukan hanya sekedar kegiatan berbahasa, tetapi juga sebagai alat untuk berpikir dan wadah untuk menyampaikan hasil pemikiran. Dengan demikian, menulis cerpen sebagai salah satu kegiatan berbahasa, mempunyai kaitan yang positif dengan berpikir kreatif. Hal ini pula yang menyebabkan keterampilan menulis merupakan keterampilan berbahasa yang dianggap paling sulit.
Salah satu yang terkendala pengembangannya pada siswa SD adalah potensi menulis, khususnya cerita pendek (cerpen). Menulis cerpen bagi siswa SD sebenarnya bukanlah sesuatu yang sulit, namun karena sistem pembelajaran tadilah yang menyebabkan penulisan cerpen di SD sangat sulit untuk disajikan. Kesulitan memulai menulis cerita pendek  disebabkan oleh tidak terbiasanya membuat karangan dan juga karena tidak adanya respon kepada siswa untuk berimajinasi. Apalagi sebagian besar guru menghindar pada proses pembelajaran yang dirasa menyulitkan dalam penyajiannya. Terjadinya penyatuan kesulitan antara guru dan siswa inilah yang semakin menyulitkan realisasi pembelajaran menulis cerpen di SD.
Hal ini tentu tak dapat dibiarkan begitu saja tanpa ada usaha dalam proses pemecahan masalahnya. Perlu adanya teknik pembelajaran yang dapat membuat potensi siswa dalam penulisan cerpen menjadi lebih baik. Pada usia SD proses belajar mereka tidak hanya terjadi di lingkungan sekolah, karena mereka sudah diperkenalkan dalam kehidupan yang nyata di dalam lingkungan masyarakat. Seperti dikatakan Darmodjo (1992) anak usia sekolah dasar adalah anak yang sedang mengalami perrtumbuhan baik pertumbuhan intelektual, emosional maupun pertumbuhan badaniyah, di mana kecepatan pertumbuhan anak pada masing-masing aspek tersebut tidak sama, sehingga terjadi berbagai variasi tingkat pertumbuhan dari ketiga aspek tersebut. Ini suatu faktor yang menimbulkan adanya perbedaan individual pada anak-anak sekolah dasar walaupun mereka dalam usia yang sama.
Dengan karakteristik siswa yang telah diuraikan seperti di atas, guru dituntut untuk dapat mengemas perencanaan dan pengalaman belajar yang akan diberikan kepada siswa dengan baik, menyampaikan hal-hal yang ada di lingkungan sekitar kehidupan siswa sehari-hari, sehingga materi pelajaran yang dipelajari tidak abstrak dan lebih bermakna bagi anak. Selain itu, siswa hendaknya diberi kesempatan untuk pro aktif dan mendapatkan pengalaman langsung baik secara individual maupun dalam kelompok. Hal inilah yang memungkinkan siswa dibangkitkan kemampuan imajinasinya dalam menulis cerpen. Berimajinasi pada siswa SD adalah sesuatu yang sangat mungkin dan mudah dilakukan, apalagi dengan aktifitas yang sangat luas yakni selain di sekolah juga di rumah dan lingkungan masyarakat. Sarana komunikasi dan informasi juga akan mampu mendorong daya imajinasi siswa. Imajinasi siswa inilah yang diharapkan mampu memunculkan kembali potensi menulis cerpen pada siswa SD.
Akan tetapi, disayangkan, kenyataan dewasa ini pembelajaran menulis dengan kalimat efektif khususnya di Sekolah Dasar belum menggembirakan. Banyak penelitian yang mengungkapkan bahwa kemampuan menulis dengan siswa masih rendah karena metode pengajaran menulis kurang efektif. Banyak kalangan menilai pengajaran menulis dewasa ini masih sangat terlantar. ditemukan bahwa guru masih menggunakan teknik pembelajaran yang lama. Guru hanya memberi tugas kepada siswa untuk menulis cerita berdasarkan tema yang telah ditentukan tanpa membimbing siswa selama proses menulis. Dengan pembelajaran seperti itu, siswa tampak kurang motivasi dan kurang aktif. Selain itu, keterampilan siswa dalam menulis cerpen masih rendah sehingga perlu dilatih dan ditingkatkan.
Menanggapi hal tersebut sangat dibutuhkan pembenahan yang serius dalam pengajaran menulis, meskipun dipahami bahwa banyak faktor yang mempengaruhi ketidakmampuan siswa dalam menulis. Namun, diakui bahwa peranan guru sangat menentukan. Oleh karena itu, guru dituntut untuk kreatif dan inovatif serta memiliki kemampuan yang memadai dalam merancang pembelajaran menulis, terutama menyangkut teknik dan strategi  yang digunakan.
Kenyataannya, dewasa ini pendekatan yang digunakan dalam pengajaran keterampilan menulis cerita pendek yang banyak diterapkan di sekolah adalah pendekatan tradisional yakni mengajar siswa secara langsung dengan memberikan judul, tema, atau topik tertentu. Siswa disuruh mengembangkan kerangka dan sebagainya dengan penekanan pada hasil tulisan. Strategi semacam ini menjadi kendala bagi pengembangan keterampilan menulis cerpen bagi siswa. Hal tersebut diakibatkan karena siswa tidak terbiasa mengkaji dan menggunakan bahasa yang efektif yang hendak ditulis. Akibatnya siswa terbentur dalam menuliskan materi yang ada dalam pikirannya. Padahal, pada hakikatnya, kemampuan menulis cerpen siswa sangat bergantung kepada penguasaan hal yang hendak ditulis.
Dengan demikian maka guru harus kreatif dalam memilih strategi pembelajaran menulis, tidak terpaku dengan minimnya waktu yang disediakan dan tuntutan target kurikulum. Akan tetapi, harus sejalan dengan tujuan pembelajaran menulis, yaitu agar siswa terampil mengkomunikasikan idenya secara tertulis melalui suatu proses menyeluruh yang bermakna, yang tentunya membutuhkan suatu proses latihan yang memadai dan kontinyu.
Berdasarkan urian di atas tulisan ini memiliki tujuan untuk memaparkan dan memberikan sejumlah alasan mengenai pembelajaran tentang penggunaan kalimat efektif dalam menulis cerpen bagi anak SD, karena itu dalam tulisan ini akan dijelaskan gagasan yang mendukung pembelajaran penggunaan bahasa yang efektif dalam menulis cerpen bagi anak SD, yang diuraikan sebagai berikut: (1) Konsep pembelajaran penggunaan kalimat yang efektif dalam menulis cerpen bagi anak SD, (2) Cara meningkatkan menulis cerpen pada anak SD, (3) Teknik menulis cerpen, (4) Tujuan pembelajaran menulis dan tujuan menulis bagi anak SD. Pembelajaran penggunaan kalimat yang efektif dalam menulis cerpen bagi anak SD.
1.      Konsep Pembelajaran Penggunaan Kalimat yang Efektif dalam Menulis Cerpen  Sekolah Dasar
Menulis merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam seluruh proses belajar yang dialami siswa selama menuntut ilmu di sekolah. Menulis memerlukan keterampilan karena diperlukan latihan-latihan yang berkelanjutan dan terus menerus (Dawson, dkk, dalam Nurchasanah 1997:68). Pembelajaran keterampilan menulis pada jenjang Sekolah Dasar merupakan landasan untuk jenjang yang lebih tinggi nantinya. Siswa Sekolah Dasar diharapkan dapat menyerap aspek-aspek dasar dari keterampilan menulis guna menjadi bekal ke jenjang lebih tinggi. Sehingga, pembelajaran ketrampilan menulis di Sekolah Dasar berfungsi sebagai landasan untuk latihan keterampilan menulis ke jenjang pembelajaran sekolah sesudahnya nanti. Dengan banyaknya latihan pembelajaran menulis, diharapkan dapat membangun keterampilan menulis siswa lebih meningkat lagi.
Agar tujuan menulis dapat tercapai dengan baik, maka diperlukan latihan yang memadai dan secara terus-menerus. Selain itu, anak pun harus dibekali dengan pengetahuan dan pengalaman yang akan ditulisnya. Karena pada hakikatnya menulis cerpen adalah menuangkan sesuatu yang telah ada dalam pikirannya. Namun demikian, hal yang tidak dapat diabaikan dalam pengajaran mengarang di Sekolah Dasar adalah siswa harus mempunyai modal pengetahuan yang cukup tentang ejaan, kosakata, dan pengetahuan tentang mengarang itu sendiri.
Tujuan yang diharapkan dalam pembelajaran menulis adalah agar siswa mampu mengungkapkan gagasan, pendapat, dan pengetahuan secara tertulis serta memiliki kegemaran menulis (Depdikbud, 1994). Dengan keterampilan menulis yang dimiliki, siswa dapat mengembangkan kreativitas dan dapat mempergunakan bahasa sebagai sarana menyalurkan kreativitasnya dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam pembelajaran menulis cerpen, diharapkan siswa tidak hanya dapat mengembangkan kemampuan membuat cerpen namun juga diperlukan kecermatan untuk membuat argumen, memiliki kemampuan untuk menuangkan ide atau gagasan dengan cara membuat cerpen yang menarik untuk dibaca. Di antaranya mereka harus dapat menyusun dan menghubungkan antara kalimat yang satu dengan kalimat yang lain sehingga menjadi cerita yang utuh. Menurut Suharianto (1982:39) juga menambahkan bahwa “cerita pendek adalah wadah yang biasanya dipakai oleh pengarang untuk menyuguhkan sebagian kecil saja dari kehidupan tokoh yang paling menarik perhatian pengarang”. Jadi sebuah cerita senantiasa memusatkan perhatiannya pada tokoh utama dan permasalahannya yang paling menonjol dan menjadi tokoh cerita pengarang, dan juga mempunyai efek tunggal, karakter, alur, dan latar yang terbatas.
Cerpen sebagai salah satu bentuk karya imajinasi dapat dibaca dalam waktu yang singkat. Thahar (1999:9) menyatakan bahwa sesuai dengan namanya, cerpen tentulah pendek. Jika dibaca, biasanya jalan peristiwa di dalam cerpen lebih padat. Sementara latar maupun kilas baliknya disinggung sambil lalu saja. Di dalam cerpen hanya ditemukan sebuah peristiwa yang didukung oleh peristiwa-peristiwa kecil lainnya. Hal itu yang membuat cerpen banyak digemari pembaca, karena tidak membutuhkan waktu yang lama untuk membacanya. Cerpen memuat penceritaan kepada satu peristiwa pokok, peristiwa pokok itu tidak selalu “sendirian” ada peristiwa lain yang sifatnya mendukung peristiwa pokok. Styagraha dalam Murdiati (1985:49) berpendapat bahwa cerpen adalah karakter yang dijabarkan lewat rentetan kejadian-kejadian dari pada kejadian itu sendiri satu persatu. Apa yang terjadi di dalamnya lazim merupakan suatu pengalaman dan penjelajahan atau berimajinasi
2.      Meningkatkan Kemampuan Menulis Cerpen pada anak SD
Di sekolah dasar, keterampilan menulis merupakan salah satu keterampilan yang ditekankan pembinaannya di samping membaca dan berhitung. Pembelajaran menulis cerita pendek (cerpen) penting bagi siswa sekolah dasar  karena cerpen dapat dijadikan sebagai sarana untuk berimajinasi dan menuangkan pikiran. Peranan seorang guru sangat penting dalam menciptakan pembelajaran yang menyenangkan. Salah satu cara yang bisa dilakukan adalah dengan merencanakan strategi pembelajaran yang menarik. Strategi pembelajaran tersebut adalah mengembangkan daya imajinasi siswa dalam menulis cerpen.
Imajinasi adalah sendi utama untuk menulis cerita. Apa pun bentuk cerita tersebut:  cerita pendek, cerita panjang, novel pendek (novelette), novel, skenario film, naskah drama dan naskah sandiwara radio. Imajinasi adalah energi untuk membentuk suasana atau dunia tersendiri. Tanpa imajinasi penulis kesulitan untuk membangun sebuah alam fiktif. Tetapi imajinasi itu harus terkendalikan. Jika tidak, imajinasi akan berubah, menjema menjadi kuda liar yang tidak terkendali. Akibatnya,  cerita yang akan kita tulis bisa berantakan. Sehingga imajinasi yang sangat bermanfaat itu menjadi potensi yang sia-sia. Solusinya, imajinasi harus dikelola dengan baik – melalui strategi kendali imajinasi.
Kemampuan imajinatif anak merupakan bagian dari aktivitas otak kanan yang bermanfaat untuk kecerdasannya. Di masa balita, imajinasi merupakan bagian dari tugas perkembangannya, sehingga anak sangat suka membayangkan sesuatu, mengembangkan khayalannya dan bercerita membagi ide-ide imajinatifnya kepada orang lain, khususnya guru dan orang tuanya. Karena itu, berimajinasi mampu membuat anak mengeluarkan ide-ide kreatifnya yang kadang kala “mencengangkan”. Hal ini sangat wajar karena seiring pertambahan usianya, otak anak lebih aktif merespon setiap rangsangan. Di benaknya muncul banyak pertanyaan yang mendorongnya untuk melakukan banyak pengamatan. Pertanyaan dan pengamatan yang dilakukannya itu, akhirnya membuat anak merasa nyaman berada di dalam imajinasinya.
Bagi anak-anak, berimajinasi merupakan kebutuhan alaminya dan bukan bentuk kemalasan. Imajinasi anak bisa saja lahir sebagai hasil imitasi, meniru dari tayangan yang ditontonnya atau pengaruh dari dongeng dan cerita yang didengarnya. Namun, imajinasi juga bisa muncul secara murni dan orisinil dari dalam benaknya, sebagai hasil mengolah dan memanfaatkan kelebihan dan kemampuan otak yang dianugerahkan Tuhan. Jika kita mampu mengasah, mengembangkan dan mengelola imajinasi anak, maka berimajinasi akan sangat bermanfaat dalam meningkatkan kecerdasan kreatifnya, serta membuatnya lebih produktif karena potensi dan kemampuan imajinatif anak merupakan proses awal tumbuh kembangnya daya cipta dalam diri anak yang boleh jadi menghasilkan sebuah kreasi yang menarik dan bermanfaat untuk perkembangan kepribadiannya.
Beberapa langkah yang dapat dilakukan dalam meningkatkan kemampuan menulis cerpen siswa SD melalui Teknik imajinasinya.
1.    Siswa menuliskan apa saja yang diinginkan dalam hidupnya pada secarik kertas. Mungkin beberapa anak memilih menulis rumah besar, ayah yang ganteng, guru yang baik, sekolah yang bagus, kucing manis, dan lain-lain. Makin banyak pilihan dari siswa dalam satu kelas tersebut, maka semakin ramailah imajinasi yang akan bermunculan.
2.    Siswa kemudian menulis cara yang dilakukan untuk mendapat yang diinginkan tadi. Pada bagian ini beberapa anak mungkin mulai berfikir agak lama. Hal ini wajar karena kebiasaan pada proses pembelajaran yang selalu mengetengahkan hal yang normative seperi yang dijelaskan pada bagian awal tulisan ini. Mungkin pula sudah ada yang menulis, seperti membeli, meminta pada orangtua, berusaha sendiri, dan lain-lain.
3.    Pada bagian ini, guru dapat memberi pancingan pada siswa sehingga pemikirannya terarah, seperti dengan mengatakan: jika kalian menginginkan sekolah yang bagus tentu membutuhkan biaya besar. Nah, bagaimana mendapatkan biaya besar itu? Mungkin jawaban siswa mengatakan: minta pada pemerintah atau pada orang kaya. Hal tersebut menandakan siswa telah termakan pancingan guru untuk berfikir.
4.    Langkah keempat ini, sebagai tahap awal merupakan langkah terakhir. Siswa menulis keinginannya serta cara memperolehnya. Pada tahapan ini kembali guru dapat melakukan intervensi kepada siswa namun hanya dengan tujuan menambah perbendaharaan kata dan kalimat pada cerpen siswa, bukan menyalahkan ide atau pemikiran siswa.
5.    Sebagai tahap lanjutan, siswa diperhadapkan pada kondisi jika yang diinginkan tersebut tidak dapat diraihnya. Tentu tahapan ini dilaksanakan setelah siswa mampu menyelesaikan sampai tahap empat tadi. Tahapan-tahapan selanjutnya pada umumnya bersifat memberi tantangan imajinasi siswa sehingga apa yang diinginkan tadi dapat menjadi acuan berimajinasi dalam menuliskan sebuah cerpen.
Tahapan di atas merupakan sruktur fleksibel yang dapat dijadikan panduan awal dalam meningkatkan kemampuan menulis cerpen siswa SD melalui pengembangan imajinasinya. Jika contoh kasus di atas adalah sesuatu yang diinginkan siswa, mungkin pada latihan berikut adalah sesuatu yang dibenci, ada teman yang nakal di sekolah, bapaknya seorang pemarah, dan lain-lain. Kesemua persoalan yang dimunculkan dapat dijadikan ide penulisan sebuah cerpen dengan membangkitkan daya imajinasi siswa melalui kelima langkah di atas.

3.      Teknik dalam Menulis Cerpen
Secara umum, modal dasar untuk menulis fiksi adalah kepekaan, kreativitas, dan daya imajinasi. Kepekaan melihat atau realitas akan meletikkan ide yang tak terduga. Dengan menghayati pengalaman, seseorang akan mudah mengangkap ide untuk menulis. Jika pengalaman yang didapat tersebut dipadukan dengan imajinasi, hasilnya adalah kreativitas.
Secara umum, langkah-langkah menulis cerpen adalah sebagai berikut.
a.    Menentukan Tema
Ide untuk pengembangan tema cerpen yang akan ditulis bisa digali dari fakta/realita sehari-hari (seperti pengalaman pribadi, cerita teman, dan buku harian), imajinasi (seperti khayalan dan mimpi), atau perpaduan antara fakta dan imajinasi (seperti buku fiksi dan film).
b.     Menentukan tokoh dan penokohannya.
Dalam proses ini, penulis menentukan siapa tokoh protagonis dan antagonisnya, lalu mendeskripsikan seperti apa ciri fisik dan watak khasnya, dsb.
c.    Menyusun  kerangka karangan (outline).
Menyusun outline bisa dimulai dengan membuat peta pikiran (mind mapping), lalu mengembangkannya menjadi kerangka utuh. Outline sangat berguna untuk mengingatkan apa yang ingin ditulis dan memudahkan penulis untuk mengedit hasil tulisan.
d.   Menulis ringkasan cerita/sinopsis/garis besar cerita.
Garis besar cerita berisi poin-poin peristiwa penting yang akan terjadi dalam cerita.
e.    Menjabarkan sinopsis menjadi cerita yang lengkap.
Proses ini adalah proses utama yang akan menentukan keberhasilan sebuah cerpen. Carmel Bird menyatakan ada dua pertanyaan penting yang akan membantu penulis cerpen untuk mengembangkan sinopsis yang telah dibuat.
f.      Menentukan judul.
Judul cerpen biasanya ditulis secara singkat (tidak lebih dari lima kata). Judul yang baik adalah yang bisa menarik perhatian pembaca, unik, membuat pembaca penasaran (terkesan bombastis).
4.      Tujuan Pembelajaran Menulis Cerpen bagi Anak SD
Tujuan pembelajaran bahasa Indonesia (termasuk di dalamnya pembelajaran menulis cerpen ) di Sekolah Dasar berdasarkan standar isi adalah agar peserta didik memiliki kemampuan:
1.      Berkomunikasi secara efektif dan efisien sesuai dengan etika yang berlaku, baik secara lisan maupun tulis.
2.      Menghargai dan bangga menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan dan bahasa negara
3.      Memahami bahasa Indonesia dan menggunakannya dengan tepat dan kreatif untuk berbagai tujuan
4.      Menggunakan bahasa Indonesia untuk meningkatkan kemampuan intelektual, serta kematangan emosional dan sosial
5.      Menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk memperluas wawasan, memperhalus budi pekerti, serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa
6.      Menghargai dan membanggakan sastra indonesia sebagai khazanah budaya dan intelektual manusia Indonesia.
7.      Menceritakan sesuatu agar orang lain tahu apa yang dialami, diimpikan, dikhayalkan, dan dipikirkan.
8.      Untuk memberi petunjuk, maksudnya apabila seseorang mengajar orang lain bagaimana mengerjakan sesuatu dengan tahapan yang benar, maka dia telah memberi petunjuk atau pengarahan.
9.      Menjelaskan sesuatu pada pembaca sehingga pengetahuan dan pemahaman pembaca bertambah.
10.  Untuk meyakinkan orang lain tentang pendapat atau pandangannya dan untuk merangkum sesuatu.


Simpulan
Berdasarkan uraian di atas, beberapa hal yang dapat disimpulkan dalam artikel ini adalah sebagai berikut:
1.      Menulis merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam seluruh proses belajar yang dialami siswa selama menuntut ilmu di sekolah. Menulis memerlukan keterampilan karena diperlukan latihan-latihan yang berkelanjutan dan terus menerus
2.      Pembelajaran menulis cerita pendek (cerpen) penting bagi siswa sekolah dasar  karena cerpen dapat dijadikan sebagai sarana untuk berimajinasi dan menuangkan pikiran. Peranan seorang guru sangat penting dalam menciptakan pembelajaran yang menyenangkan. Salah satu cara yang bisa dilakukan adalah dengan merencanakan strategi pembelajaran yang menarik. Strategi pembelajaran tersebut adalah mengembangkan daya imajinasi siswa dalam menulis cerpen.
3.      Secara garis besar tujuan pembelajaran menulis yang efektif di Sekolah Dasar yaitu agar siswa terampil mengkomunikasikan idenya secara tertulis melalui suatu proses menyeluruh yang bermakna dan membutuhkan suatu proses latihan








Daftar Rujukan
Subana,M & Sunarti.2009.Srategi Belajar Mengajar Bahasa Indonesia .Bandung: Pustaka Setia

Widodo, Rachmad. 2009. Pendalaman Materi Menulis di SD.Artikel Online http://wikipedia.org diakses 16 Mei 2012